Oleh: Suud Sarim Karimullah
“Setiap revolusi memiliki dua aspek: darah dan pesan” (Ali Syari’ati)
Fenomena kata hijrah di era milenial saat ini, banyak dikampayekan oleh anak-anak muda di sosial media sebagai bentuk kepedulian mereka menyikapi kondisi sosial zaman now. Banyaknya perilaku yang menyimpang ditemukan di masyarakat mulai dari berbagai kejahatan dan kriminal serta kehidupan yang begitu keras yang sudah tidak lagi mencerminkan sebagai kehidupan manusia. Semangat untuk berhijrah di kalangan anak muda sudah tidak dapat dibendung lagi karena sudah menjadi tren masa kini.
Fenomena ini memang amat fenomenal dan menghebohkan di kalangan masyarakat apalagi dalam kehidupan anak muda masa kini. Tak dapat dipungkiri lagi fakta banyaknya kalangan yang memakai kata hijrah di setiap perubahan hidupnya, seolah-olah itu merupakan perubahan secara Islami. Banyak di kalangan media sosial yang dihebohkan dengan hijrahnya para artis yang mulanya tidak berjenggot menjadi berjenggot panjang dan tebal, memakai baju gamis dan bercelana gantung untuk artis yang laki-laki. Sedangkan untuk para artis perempuannya sendiri dimulai dari pemakaian jilbab yang duluya tidak berjilbab bahkan sampai ada yang memakai cadar. Hal ini sangat mempengaruhi kehidupan anak muda apalagi banyak media-media mainstream yang meliput dan memberitakan hal tersebut setiap harinya, mendukung dan membenarkan akan adanya hijrah yang dilakukan di kalangan artis dan mereka beranggapan kalau mereka sudah lebih baik dari sebelumnya.
Gerakan untuk berhijrah juga telah merambah dunia pendidikan. Bejibun perguruan tinggi menjadi lokus gerakan dakwah mahasiswa yang menyuarakan untuk berhijrah. Gerakan hijrah ini dimulai dengan cara mengajak orang lain untuk mengikuti kajian-kajian tentang hijrah yang materinya disampaikan oleh para ustaz mereka sendiri. Gerakan ini juga sangat bagus dalam berdakwah dan menfaatkan media sosial dalam penyampaian dakwahnya untuk mengajak orang lain bergabung dalam kajiannya, apalagi mengajak seorang mahasiswi baru yang masih polos dan belum mengenal budaya akademik kampus. Mereka sangat mudah untuk dipengaruhi dengan doktrin-doktrin agama sehingga sangat mudah sekali untuk diajak bergabung, apalagi yang masih minim akan pengetahuan dan wawasan keilmuan tentang agama Islam.
peminat gerakan hijrah yang terdapat di kampus-kampus adalah para akhwât (mahasiswi) karena mahasiswi sangat mudah untuk dipengaruhi dan diajak untuk bergabung dengan gerakan ini. Biasanya gerakan ini mengajak mahasiswi dengan cara persuasif dan aktif, dengan cara memberikan aksesoris keagamaan seperti; memberikan jilbab besar dan panjang kepada mahasiswi yang belum berjilbab atau sudah berjilbab akan tetapi jilbabnya masih minim, handsock finger, dan kaos kaki, bahkan cadar. Dengan cara tersebut banyak mahasiswi terpengaruh dan bergabung dalam gerakan ini tanpa ada paksaan bahkan dengan sendirinya mereka mengikuti gaya dan pola hidup anggota gerakan hijrah ini, hingga mengunakan cadar.
Apakah hijrah yang demikian sama dengan hijrah yang dilakukan oleh para pembawa risalah terdahulu?. Tentu sangat berbeda sekali, sebab hijrah sendiri sebagaimana telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS dengan cara memberontak dan menghancurkan semua berhala yang ada di Mekah pada saat itu, yang esensinya sebagai pemberontakan Ibrahim melawan status kelas sosial, ras dan perbedaan status pada masyarakat tersebut. Sebagaimana hijrah juga yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw pada masanya. di uraikan sebuah proses berganda; pemberontakan menentang status quo dan kemunduran sosio-religius masa lalu, dan juga merupakan sesuatu gerakan penyadaran diri manusia ke arah yang ideal menuju kemenangan akhir.
Hijrah adalah undangan untuk berjuang dan berperang melawan penindasan dan eksploitasi manusia atas manusia dengan mengorbankan rasa sakit dengan penuh darah untuk mendapatkan kembali status kehormatan yang telah Tuhan berikan kepadanya sejak lahir.
Dalam konteks kehidupan kampus, seorang mahasiswa (insan muta’allim) dalam berhijrah harus bisa berpikir, menjelaskan, menganalisis dan menyajikan sesuatu gambaran realitas sosio-politik dan ekonomi pada orang lain dengan baik dan jelas tentang realitas hidup yang tidak sedang baik-baik saja.
Mengajak orang lain dalam mengerjakan kebaikan dan mencegah untuk melakukan perbuatan yang tercela merupakan kewajiban setiap mahasiswa (insan muta’allim) yang memiliki akal sehat demi mewujudkan tatanan sosial yang lebih baik dan berkeadilan (social justice) tanpa ada penindasan karena menghormati hak-hak kemanusiaan. Memahami fungsinya dengan baik sebagai agent of change (agen perubahan) dengan gerakan intelektualnya, social control (kontrol sosial) dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai idealisme tanpa harus tergadaikan dengan materi, iron stock (berpribadian baik) yang memiliki kepribadian yang berakhlak terpuji sebagai generasi penerus perjuangan yang selalu mencerminkan nilai intelektualitas, moral force (kekuatan moral) dengan selalu mencerminkan nilai karakter yang beradab, dan guarding of value (menjaga nilai) dengan tetap menjaga eksistensi nilai-nilai kebaikan yang ada dalam sosial kehidupan pada masyarakat.
Hijrah hanya bisa dilakukan oleh mahasiswa (insan muta’allim) yang mempunyai pengetahuan yang memumpuni dan peka terhadap sosial kehidupan dengan rasa penuh cinta kasih terhadap sesamanya serta bukan mencari popularitas publik, apalagi hanya sebatas seseorang yang hanya pelanggan surga saja.