Esai Pendidikan Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara: Mewujudkan Masyarakat Yang Terdidik Dan Berbudaya

             Tranformasi kesadaran Pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari sumbangsih pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Perjuangan Ki Hajdar Dewantara untuk membangun kesadaran pendidikan di Indonesia menjadikan beliau sosok tokoh yang sangat dihormati dan ditetapkan sebagai pelopor sekaligus bapak  pendidikan nasional. Ki Hadjar Dewantara yang bernama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat adalah seorang pemikir, pendidik, aktivis sosial yang memperjuangkan tentang hak-hak asasi  manusia, kebebasan berpendapat, dan pendidikan yang lebih egaliter. 

            Dewasa ini, keadaan pendidikan dan masyarakat kita mengalami degradasi yang sangat drastis, mulai dari disrupsi sosial dari berbagai lini, kesadaran moral atau akhlaq yang semakin menurun, pemahaman kebudayaan dari generasi muda yang menipis, sehingga menjadi permasalahan yang patut kita beri perhatian husus dalam penyelesaian dan penuntasan keberlangsungan problematika yang terjadi ini. Dari latar belakang inilah muncul dari benak saya untuk mengangkat kembali tema filsafat pendidikan Ki Hajdar Dewantara sebagai upaya dan usaha memberikan pandangan  dalam hajat refleksi problem untuk menjadi sebagian kecil solusi atau jalan keluar dari keberlangsungan masalah yang sudah saya uraikan di atas.

            Filsafat pendidikan Ki Hajdar Dewantara mengakar kuat pada kemandirian pendidikan dan kebudayaan yang visioner, sehingga konsep pendidikannya tetap relevan untuk di terapkan sampai saat ini. Beliau berpendapat bahwa pendidikan sejatinya mewujudkan masyarakat yang memiliki kreativitas tinggi, kebebasan berpikir kritis  dan moralitas kebijaksanaan. Adapun konsep filsafat pendidikan Ki Hadjar  Dewantara meliputi beberapa kompenen yang saling berhubungan dan saling menguatkan satu sama lain, yang diantaranya: tujuan pendidikan (Tri Rahayu: Hamemayu Hayuning Sariro, Hamemayu Hayuning Bongso, Hamemayu Hayuning Bowono), dasar kerja pendidik (Tri Loka: Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani), sistem pendidikan (Tri Mong: Momong,  Among, Ngemong), aktivitas pendidikan (Tri Pusat: Keluarga, Perguruan, Pergerakan Pemuda), ranah pendidikan (Tri Nga\Ngo:  Ngerti, Ngroso,  Nglakoni), metode belajar-mengajar (Tri No: Nonton, Niteni, Nirokke).

  1. Tujuan pendidikan (Tri Rahayu) termaktub dalam kalimat: “Hamemayu Hayuning Sariro, Hamemayu Hayuning Bongso, Hamemayu Hayuning Bowono”. kalimat ini mengarah pada kematangan daya-upaya kita sabagai manusia yang di berkahi oleh sang pencipta dengan akal budi untuk menjaga dan mengembangkan kehidupan menjadi lebih baik. Dalam aspek pertama untuk menjaga dan mengembangkan kehidupan adalah memahami karunia Tuhan dengan jalan pendidikan dan mengilhami cipta-ciptaanNya dengan kepribadian yang mumpuni dari segi intelektualitas, moralitas, dan  kebijaksanaan.
  2.       Dasar kerja pendidik (Triloka): “Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani”. Dasar kerja pendidik menempatkan posisi kebijaksanaan seorang pendidik dalam mengayomi anak didiknya melalui keteladanan, pengembangan kreativitas, dan pemberdayaan keingin tahuan yang tinggi agar anak didik mampu menghayati serta mengaplikasikan makna hakiki dari keindahan ilmu pengetahuan.
  3. Sistem pendidikan (Tri Mong): “Momong,  Among, Ngemong”. Keberlangsungan pendidikan yang sehat tidak terlepas dari penentuan sistem atau pengelolaan pendidikan itu sendiri, sehingga Ki Hajdar Dewantara memberikan panduan pada kita khususnya semua rakyat Indonesia untuk menjalankan pendidikan berlandaskan trimong atau juga dikenal sistem pamong, yang menekankan nilai-nilai kejernihan kesadaran serta pelaksanaan regulasi pendidikan yang harmonis agar terwujudnya lingkungan aktiv, produktiv, dan inklusif, seraya tekun menjujung tinggi nilai-nilai kelestarian budaya.
  4. Aktivitas pendidikan (Tri Pusat): “Keluarga, Perguruan, Pergerakan Pemuda”.  Keluarga, berperan penting dalam pembentukan dasar karakter dan tindakan sosial dari seorang anak. Pembentukan diri ini sejalan dengan tuntunan nilai-nilai yang ditanamkan oleh lingkungan keluarga dari sejak dini, sehingga sewajib mungkin keluarga dapat menanamkan nilai-nilai luhur pada anak, agar anak-anak dapat pula merefleksikan dan mengaplikasikan pengaruh yang baik bagi kepribadiannya sendiri dan bagi lingkungan yang dihadapi. Perguruan atau lingkungan sekolah menjadi salah satu peran penting dalam penambahan wawasan dan pengetahuan anak didik, sehingga anak didik dapat memiliki akses dan fasilitas untuk mengembangkan diri masing-masing, baik dari segi pengasahan ataupun pendalaman potensinya untuk menyongsong dan menata kehidupannya di masa depan. Terahir pergerakan pemuda atau lingkungan pergaulan sangat berpengaruh bagi anak didik dalam menentukan kemandirian berpikir atau bertindak dari sisi pembentukan watak, dan lingkungan pergaulan ini juga menunjukkan seberapa dewasa dan bijaksana anak didik dalam mengekspresikan jati dirinya pada ranah penguasaan kemandirian hidup.
  5. Ranah pendidikan (Tri Nga\Ngo): “Ngerti, Ngroso,  Nglakoni”. Ranah pendidikan menunjukkan parameter keberhasilan dari keberlangsungan proses pendidikan melalui beberapa implikasi integritas keilmuan yang menyempurnakan keindahan budi pekerti anak didik dalam melibatkan diri secara lahir dan batin, melalui usaha pemahaman, afeksi, dan pengimplementasian ilmu pengetahuan dari realitas kehidupan yang ia hadapi. Dalam bahasa pupuler ketiga komponen ini bisa ilhami sebagai proses aktualisasi anak didik melalui pemantapan kognisi, afeksi atau penghayatan, dan psikomotorik, dari kesempurnaan hidup dalam bentuk nyata pendidikan.
  6. Metode belajar-mengajar (Tri No): “Nonton, Niteni, Nirokke. Makna dari ketiga pola ini mengarah pada jalan pengamatan atau mencermati, analisis, dan wilayah praksis. Metode pendidikan dikehendaki maksimal dan mampu mengakomodasikan kecerdasan secara sempurna. Maka dari itu seharusnya pendidikan menjadi jalan masuk bagi anak untuk memposisikan diri sekaligus menghayati jati dirinya selama berkecimpung di dunia pendidikan. Dilain sisi pendidik juga menuntun anak didik secara persuasif dalam upaya menemukan kearifan jati diri anak sebagai manusia kodrati untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup. 

Selain dari pada itu, Filsafat pendidikan Ki Hajdar Dewantara  bertumpu pada lima gagasan inti yang masyhur disebut Pancadarma Taman Siswa, secara general akan di sebut sebagai berikut:

  1. Asas kemanusiaan yang meberi arti kemerdekaan peserta didik dalam bentuk manisfestasi kebebasan berfikir, berekspresi, dan dalam menemukan dan menentukan identitasnya sebagai manusia seutuhnya.
  2. Asas Kodrat Alam, membentuk kesadaran anak didik untuk mengasah potensianya dalam rangka mensyukuri kehidupan yang telah diberikan oleh Tuhan Maha Esa, karena Tuhan memberikan kesempatan hidup bukan hanya sekedar hidup, tetapi lebih dari tujuan itu.
  3. Asas Kemerdekan, mengarahkan kemandirian manusia dari upaya memahami kekuatannya sebagai makhluq istimewa untuk memantapkan diri dalam ketertiban dan kedamaian kehidupan dan penghidupan melalui akses kebijaksanaan politik dan budaya.
  4. Asas Kebudayaan, menuntun manusia saling menghargai dan memahami kemerdekaan orang lain dengan cara menanamkan nilai-nilai local culture dan nature untuk memberitahu pada anak didik dari realitas keberagaman bangsa Indonesia serta penyikapannya secara toleran untuk di hayati.
  5. Asas Kebangsaan, untuk menyadarkan anak didik dari pentinya peleburan diri dalam ikatan-ikatan kebangsaan yang haqiqi, upaya memberikan pandangan penerimaan terhadap nilai-nilai plural dan universal keberagaman bangsa tanah air tercinta.

Berdasarkan uraian di atas dapat kita pahami bahwa Filsafat pendidikan Ki Hajdar Dewantara menuntun kita pada pentingnya pendidikan dan penting pula kita dalam melaksanakannya secara lahir dan batin, agar eksistensi dan subtansi kesalehan kita selaku individu maupun bagian dari kelompok sosial mengarah pada kebahagian lahir dan batin yang haqiqi. Selain itu Filasafat pendidikan Ki Hajdar Dewantara mengusung kesempurnaan kecerdasan baik dari kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spritual, dalam bentuk nyata pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai humanis dan religius, serta berpaku pada nilai-nilai pemahaman kebudayaan dan asal muasal yang luhur. Sewajib-wajibnya  generasi bangsa Indonesia dapat pula berusaha sekeras-kerasnya untuk mewujudkan keinginan dan impian bapak pendidikan nasional yakni Ki Hajdar Dewantara, seraya melaksanakan dan menghayati dari gagasan berliau, Yang dengan keshalehan  dan  Pengetahuan mulianya   beliau ciptakan.

 

Daftar Pustaka
  1. Dewantara, Ki Hadjar. (1961). Pendidikan I. Yogyakarta: UST-PRESS
  2. Hidayat, R. (2021). Paradigma Pendidikan Profetik Dalam Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara Dan Aktualisasinya di Era Disrupsi: Jurnal Intelektual: Jurnal Pendidikan dan StudiKeislaman, 11(1), 61-72.
  3. MJS Channel. ”Ngaji Filsafat 259: Ki Hadjar Dewantara – Pendidikan”. YouTube video, 1:46:05. Maret 04, 2020. https://www.youtube.com/watch?v=pjPOEHXtTMU.

Di Susun Oleh:

Nama: Abd Rosib

Nomor Induk Anggota:

Angkatan: 2021

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *